Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi: Menyesal Karya Ali Hasjmy

Puisi: Menyesal Karya Ali Hasjmy

Jabarkelana - Puisi "Menyesal" karya Ali Hasjmy merupakan karya sastra yang menggambarkan perasaan penyesalan seseorang atas masa lalunya yang telah berlalu tanpa dimanfaatkan dengan baik. Dalam puisi ini, penyair mengekspresikan rasa kehilangan, penyesalan, dan harapan melalui bait-bait yang penuh dengan makna dan emosi.

Menyesal


Pagiku hilang sudah melayang,

Hari mudaku sudah pergi

Kini petang datang membayang

Batang usiaku sudah tinggi


Aku lalai di hari pagi

Beta lengah di masa muda

Kini hidup meracun hati

Miskin ilmu, miskin harta


Ah, apa guna kusesalkan

Menyesal tua tiada berguna

Hanya menambah luka sukma


Kepada yang muda kuharapkan

Atur barisan di hari pagi

Menuju arah padang bakti.


Sumber: Rindu Bahagia (1963)


Latar Belakang Penulis

Ali Hasjmy adalah seorang sastrawan, politisi, dan tokoh pendidikan asal Aceh yang lahir pada tahun 1914 dan meninggal pada tahun 1998. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Aceh, Menteri Agama, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan. Ia juga dikenal sebagai salah satu pendiri Universitas Islam Negeri Ar-Raniry di Banda Aceh. Dalam dunia sastra, ia menggunakan beberapa nama pena seperti Al Hariry, Aria Hadiningsun, dan Asmara Hakiki. Ia menulis berbagai karya sastra seperti puisi, cerpen, novel, drama, dan esai. Salah satu karyanya yang terkenal adalah puisi “Menyesal” yang dimuat dalam antologi “Rindu Bahagia” pada tahun 19631.


Isi dan Makna Puisi

Puisi “Menyesal” mengungkapkan perasaan penyesalan penyair atas masa lalu yang telah berlalu tanpa dimanfaatkan dengan baik. Penyair merasa telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan lalai dan lengah, sehingga kini ia hidup dalam kesengsaraan dan kemiskinan. Penyair menyadari bahwa penyesalannya di hari tua tidak akan berguna, hanya menambah luka di hatinya. Oleh karena itu, ia berpesan kepada generasi muda agar tidak mengulangi kesalahannya, melainkan mengatur hidupnya dengan bijak dan menuju arah yang baik.


Puisi ini terdiri dari tiga bait, masing-masing terdiri dari empat baris. Setiap baris terdiri dari delapan suku kata, kecuali baris terakhir yang terdiri dari sembilan suku kata. Puisi ini menggunakan rima akhir a-b-a-b di setiap baitnya. Puisi ini juga menggunakan beberapa majas, seperti personifikasi pada baris pertama dan kedua, metafora pada baris ketiga dan keempat, dan hiperbola pada baris keenam dan ketujuh.


Puisi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

Bagian pertama (bait pertama) menggambarkan perasaan kehilangan penyair atas masa lalunya yang telah berlalu. Penyair menggunakan kata “pagi” dan “petang” sebagai simbol untuk masa muda dan masa tua. Penyair merasa bahwa masa mudanya telah hilang dan melayang, sedangkan masa tuanya telah datang dan membayang. Penyair juga menggunakan kata “batang” untuk menggambarkan usianya yang sudah tinggi dan renta.

Bagian kedua (bait kedua) menggambarkan penyebab penyesalan penyair, yaitu tindakan dan sikapnya yang lalai dan lengah di masa mudanya. Penyair menggunakan kata “aku” dan “beta” untuk menunjukkan perbedaan antara dirinya sekarang dan dirinya di masa lalu. Penyair merasa bahwa ia telah menyia-nyiakan masa mudanya dengan tidak belajar dan bekerja dengan baik, sehingga kini ia hidup dalam kesulitan dan kemelaratan. Penyair menggunakan kata “meracun” untuk menggambarkan betapa pahitnya hidupnya sekarang. Penyair juga menggunakan kata “miskin” untuk menggambarkan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan dan harta benda.

Bagian ketiga (bait ketiga) menggambarkan kesimpulan dan pesan penyair, yaitu bahwa penyesalan di hari tua tidak akan membawa manfaat, hanya menambah derita. Penyair menggunakan kata “ah” untuk menunjukkan rasa putus asa dan kecewa. Penyair menyadari bahwa penyesalannya tidak akan mengubah apa-apa, hanya menambah luka di hatinya. Oleh karena itu, ia berharap kepada generasi muda agar tidak mengulangi kesalahannya, melainkan mengatur hidupnya dengan baik dan menuju arah yang positif. Penyair menggunakan kata “barisan” untuk menggambarkan kedisiplinan dan kerjasama. Penyair juga menggunakan kata “padang bakti” untuk menggambarkan tujuan yang mulia dan bermanfaat.

Pesan Moral dan Nilai Budaya

Puisi “Menyesal” mengandung pesan moral dan nilai budaya yang dapat diambil sebagai pelajaran bagi pembaca. Pesan moral yang dapat dipetik dari puisi ini adalah:

Waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan tidak dapat dikembalikan. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan waktu kita sebaik mungkin dan tidak menyia-nyiakannya dengan hal-hal yang sia-sia atau negatif.

Masa muda adalah masa yang penuh dengan potensi dan peluang. Oleh karena itu, kita harus belajar dan bekerja dengan giat dan rajin, serta mengembangkan diri kita dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna. Kita juga harus menjaga akhlak dan moral kita, serta tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang haram atau merugikan.

Masa tua adalah masa yang penuh dengan akibat dan tanggung jawab. Oleh karena itu, kita harus siap menghadapi masa tua kita dengan tenang dan sabar, serta menerima segala konsekuensi dari tindakan dan keputusan kita di masa lalu. Kita juga harus bersyukur dan berdoa kepada Allah SWT, serta tidak menyesali hal-hal yang tidak dapat diubah lagi.

Generasi muda adalah generasi yang penuh dengan harapan dan tantangan. Oleh karena itu, kita harus memberikan contoh dan nasihat yang baik kepada generasi muda, serta membimbing dan mendukung mereka untuk mencapai cita-cita dan kesejahteraan mereka. Kita juga harus menghormati dan menghargai generasi tua, serta mengambil hikmah dan pengalaman dari mereka.

Nilai budaya yang dapat ditemukan dalam puisi ini adalah:

Nilai religius, yaitu nilai yang berkaitan dengan kepercayaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Nilai ini terlihat dari penggunaan kata “bakti” yang berarti pengabdian kepada Allah SWT, serta kata “sukma” yang berarti jiwa atau ruh yang berasal dari Allah SWT.

Nilai sosial, yaitu nilai yang berkaitan dengan hubungan dan interaksi antara manusia. Nilai ini terlihat dari penggunaan kata “barisan” yang berarti kerjasama dan solidaritas antara sesama manusia, serta kata “kepada” yang berarti rasa peduli dan tanggung jawab kepada generasi muda.

Nilai budaya, yaitu nilai yang berkaitan dengan adat istiadat dan tradisi yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Nilai ini terlihat dari penggunaan kata “pagi” dan “petang” yang berarti siklus hidup manusia yang sesuai dengan alam, serta kata “beta” yang berarti kata ganti orang pertama tunggal yang khas dari bahasa Aceh.

Kesimpulan

Puisi “Menyesal” karya Ali Hasjmy adalah sebuah karya sastra yang mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya waktu dalam kehidupan, serta mengambil tindakan yang bijak dan positif di masa muda. Puisi ini menggambarkan perasaan penyesalan penyair atas masa lalu yang telah berlalu tanpa dimanfaatkan dengan baik, serta memberikan pesan dan nasihat kepada generasi muda agar tidak mengulangi kesalahannya. Puisi ini juga mengandung pesan moral dan nilai budaya yang dapat diambil sebagai pelajaran bagi pembaca.

WaRgA SiPiL
WaRgA SiPiL Mengutip sabda Rasulullah, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad). Besar harapan saya semoga hadirnya Blog ini. bisa memberikan manfaat bagi Anda.

Posting Komentar untuk " Puisi: Menyesal Karya Ali Hasjmy"